Kampung Tematik Lestarikan Kearifan Lokal

Header Menu

Advertisement

Kampung Tematik Lestarikan Kearifan Lokal

Redaksi
Sabtu, April 17, 2021




BAROMETERMAS.COM.      Wacana mewujudkan Kampung Tematik di Kota Bekasi terus digulirkan oleh Maja Yusirwan, Budayawan Kondang Bekasi yang akrab disapa dengan sebutan Aki Maja. Maja Yusirwan selain dikenal sebagai Budayawan, Film Maker, Penulis dan Dosen, juga adalah seorang ASN dilingkungan Pemkot Bekasi dengan Jabatan Pengawas. Jumat 16/04/2021


 ketika barometermas.com, menyambangi dalam sebuah acara talkshow budaya beberapa waktu lalu. Menurut Aki Maja, “semua instansi maupun institusi dapat menciptakan kampung tematik sesuai dengan warna dan ciri khas masing- masing





Namun demikian ada hal yang penting dilakukan sebelum menetapkan satu wilayah kampung, lingkungan RT/RW sebagai lokus tematik. Kita perlu melakukan Analisa Tingkat Kesiapan Kampung Tematik. Analisa yang digunakan adalah analisa tingkat kesiapan pengembangan kampung tematik.


Analisa tingkat kesiapan ini merupakan teknik analisa kuantitatif yang digunakan di 12 kecamatan yang terdiri dari 56 kelurahan dan ratusan kampung se kota Bekasi. Ini harus dilakukan terlebih dahulu, bikin desain dan mapping”, tukasnya.




Untuk menilai tingkat kesiapan masing-masing kampung tematik di Kota Bekasi dapat dilakukan dengan berdasar pada 5 aspek dalam kampung tematik yakni (1) daya tarik wisata, (2) ketersediaan sarana dan prasarana, (3) kelembagaan internal, (4) kondisi masyarakat, serta (5) kelembagaan eksternal.




Setiap aspek memiliki beberapa kriteria yang akan dinilai berdasar hasil observasi kondisi eksisting dan data/informasi hasil wawancara/kuesioner kepada pengelola kampung tematik. Penilaian kriteria tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik skoring likert (skala 1 – 5).




Selanjutnya hasil penilaian dari seluruh kriteria dalam satu aspek kemudian dirata-rata untuk memperoleh nilai dari aspek yang bersangkutan. Input data analisa yang diperoleh dari 2 arah tersebut (peneliti dan pengelola kampung) diharapkan dapat mengurangi subyektifitas penilaian terhadap kesiapan pengembangan kampung tematik yang ada di Kota Bekasi ini.




Aki Maja menambahkan bahwa, kita dapat memberdayakan potensi lokal seperti UMKM, Karang Taruna, LSM, Komunitas dan stakeholder lainnya. “Menunggu kebijakan pemerintah melalui pemimpin yang memiliki political will serta sense of belonging terhadap tradisi, adat, seni dan budaya emang rada susah, kudu digedor baru pada open.




Sebagai budayawan sekaligus desain maker, inilah asyik nya tantangan. biarin orang laen kaga pada mikirin, dewekan ge jadi. kan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, dan bangsa yang beradab adalah bangsa yang melestarikan dan mengimplementasikan nilai dan tradisi kebaikan nenek moyangnya”.




Bekasi punya banyak lokal genus dan lokus yang bisa diolah, didesain, direkacipta jadi kawasan wisata. misalnya; Kampung Kranggan jadi sampel yang paling nyata dan bisa diolah, ada lagi kampung Bali di Bekasi Utara, Kampung Persaudaraan di Kampung Sawah, Kampung Buah Langka di Pondok Melati, Kampung Jawara Silat di Jatiasih,




Kampung Santri di Pedurenan Jati luhur, Kampung Batik, Kampung Sampah, Kampung UMKM dll.

Kampung tematik dapat dibuat dengan pola etnis, suku atau berdasar pada kearifan lokal. Sebagai landasan bekerja kita dapat merujuk pada regulasi misalnya,




Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menegaskan bahwa salah satu aspek yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah penanggulangan kemiskinan yang masuk dalam urusan bidang sosial, sub bidang perlindungan dan jaminan sosial.




Mayoritas kampung tematik dibentuk dengan pertimbangan adanya produk unggulan yang dapat dijadikan sebagai komoditas. Ini bisa dijadikan kampung binaan dinas sosial ataupun instansi yang mengurusi UMKM. Mengentaskan masalah sosial diantaranya, kemiskinan dan kesejahteraan.




Melakukan ini tentu tidak mudah namun dapat dilakukan, dalam kegiatan desain dan kebijakan kita butuh aktor. Aktor dalam pengertian orang yang mau bergerak melakukan, bisa pejabat pemerintah atau seniman, budayawan, pegiat, komunitas, yang dibiayai dari APBD, CSR ataupun dana hibah. “Kalo ada kemauan pasti ada jalan. bukan cuman dimimpiin doang. tapi kudu eksen dan diwujudin”,lanjutnya dengan dialek Bekasi.




Aki Maja yang saat ini dipercaya sebagai Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Melayu Betawi (LKMB) Provinsi Jawa Barat memberi contoh Bantar Gebang, Kelurahan Sumur Batu memiliki kawasan yang dapat menggunakan sampah


serta barang bekas pakai di daur ulang, re-use, dan bernilai ekonomi. Bahkan kelompok tani ikan, ternak unggas, petani sayuran di Mustika Jaya, bisa memulai secara mandiri, dan kelompok membentuk kampung sesuai ketersediaan benda yang siap dijual,




dipromosi. Artinya, asal mau begerak, pasti bisa, kan ada pepatah yang bilang there is a will, there is a way, tentu saja dibutuhin seorang pemikir dan penggagas ide yang brilian. Bukankah Bekasi punya jargon smart city, jangan cuman kotanya yang cerdas,


tapi jadikan juga smart society, penduduknya cerdas.Waktu terus bergulir, ngobrol semakin seru, Aki Maja juga diketahui sebagai Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Orang Bekasi (Koasi) katanya menambahkan, “kalo semua disipain oleh pemkot, anggarannya ada,




kan enak mau begerak juga. bikin dah regulasi, perwal/perda supaya legalitasnya jelas dan kuat. Bahkan di beberapa kampung, tingkat RT/RW ada yang bergiat dibidang seni, jadiin kampung seni. Wilayah Bekasi kaya dengan


tradisi yang kalo diolah dengan baik, serius, akan tumbuh jadi tujuan wisata lokal, bisa mungkin tujuan wisata nasional. nyontek lah dari Kota Malang, Banyuwangi, Bogor dan lainnya.




Sumber daya manusia bisa juga diberdayakan sebagai aset dan obyek wisata. Inget desa penari, jadi viral setelah dibikin film, padahal Curug Parigi sudah diangkat ke layar lebar melalui Film Babe dari Leiden ke Bekasi.


Sekarang tinggal nunggu eksen pemkot mau diapakan semua aset budaya yang pada brojol dan banyak begini. mau diolah atau dibiarin mendem lagi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,





mengisyaratkan bahwa tiap daerah provinsi, kota/kabupaten di seluruh Indonesia untuk mengembangkan dan memajukan potensi budaya lokal yang ada, wujudnya dalam bentuk pelestarian cagar budaya, ritus, tradisi,


teknologi tradisional dan lainnya dapat dijadikan Warisan Budaya Tak Benda(WBTB) dan dapat didesain sebagai desa/kampung wisata budaya. Yang disebutkan tadi merupakan realisasi dari Perda Kota Bekasi Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pelestarian Cagar Budaya.




Melalui regulasi yang ada Pemkot Bekasi dapat menunjuk dinas terkait, OPD maupun LSM dan komunitas dalam membangun bersinergi. Desain yang dilakukan beberapa kota seperti Malang, Banyuwangi, Bogor, Yogyakarta dan Bali serta kota lain di luar Jawa, bisa dijadikan bahan studi banding.

Keuntungan yang didapat masyarakat maupun pemda dari kampung tematik tentu saja dapat meningkatkan pendapatan penduduk lokal melalui transaksi-transaksi jual beli ditempat wisata, jual sovenir, jual makanan dan minuman, jasa guide, penginapan maupun jualan produk lokal.




Sementara bagi pemda berupa keuntungan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pemasukan pajak maupun retribusi. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah promosi dan ekpos kota keseluruh pelosok negeri.

Kita mungkin pada awalnya tidak pernah tahu bahwa Belitong di Pulau Babel menjadi sangat terkenal setelah diekpose dalam film Laskar Pelangi.




“Beberapa tahun kemudian bisa saja Kampung Budaya Kranggan, Situ Rawa Gede, Curug Parigi dan lainnya menjadi tujuan wisata para pelancong dari dalam maupun luar negeri? Tugas beratnya adalah bagaimana memoles dan bikin packaging yang ngejual dan eyecatching”, tukas Aki Maja mengakhiri wawancara.(DIN)