Renungan... Menyambung Silaturahmi (Oleh: Darmono Umar)

Header Menu

Advertisement

Renungan... Menyambung Silaturahmi (Oleh: Darmono Umar)

Redaksi
Selasa, Oktober 11, 2022

Renungan... Menyambung Silaturahmi

              (Oleh: Darmono Umar)



Foto Istimewa Darmono Umar 

BAROMETERMAS.COM. Kota Bekasi, -Keluarga Islami adalah keluarga yang kuat, saling menjaga, saling membantu dan saling menyayangi. Hal itu tidak lain berkat ajaran Islam yang menyeru umat Islam untuk menebarkan kasih sayang dan melarang mereka memutuskan tali silaturahim.

Pada hubungan silaturahim itulah terdapat nikmat yang besar. Seseorang akan merasakan besarnya nikmat itu tatkala ditimpa musibah. Saat itulah dia bisa merasakan nikmatnya berada di sekeliling keluarga dan kerabat, saling menguatkan dan berbagi rasa, dalam suka dan duka.



Tuntunan untuk saling mengasihi dan menyambung silaturahim sangat banyak dan lengkap dalam Islam. Sebagaimana firman Allah SWT : “Wahai Manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-NYA kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. (QS Al-Nisa (4):1).



Allah SWT juga berfirman : “Dan berilah kerabat dekat haknya; juga orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS Al-Isra (7):26).

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman : “Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) didalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin”. (QS Al-Ahzab (33):6).



Banyak pula hadist sahih yang mendorong kita menyambung tali silaturahim yang sudah terputus dan juga beberapa hadist yang mengecam orang-orang yang memutuskan silaturahim. Ajaran seperti ini dimaksudkan untuk menguatkan institusi keluarga.

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia menyambungkan tali silaturahim; dan barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam”.



Jadi, orang yang meyakini eksistensi Allah SWT dan memiliki iman yang sempurna hendaklah semakin memuliakan dan menghormati tamunya; mengasihi dan berbuat baik kepada segenap kerabatnya; berbicara yang baik, sopan dan lembut, atau jika tidak bisa berbicara yang baik dan lembut, lebih baik dia diam agar selamat.



Silaturahim dapat memanjangkan umur dan menambah rezeki. Hal ini berdasarkan hadist riwayat Imam Al-Buchari dan Imam Muslim dari Anas bin Malik r.a dia menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambungkan tali silaturahim”.

Barang siapa yang menginginkan rezekinya ditambah dan dimudahkan oleh Allah SWT serta ingin dipanjangkan usianya dalam bentuk kehidupan yang penuh keberkahan dan ketaatan, hendaklah dia mengasihi segenap kerabatnya dan berlaku dermawan kepada mereka.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa silaturahim akan menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat dan mendekatkan dirinya kepada rahmat Allah SWT.



Orang yang menyambung tali silaturahim adalah orang yang paling baik. Hal ini berdasarkan hadist riwayat Abu Al-Syaikh Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Durrah binti Abu Lahab r.a dia menceritakan: “Aku pernah bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah orang yang palin baik? Beliau menjawab, “orang yang paling besar ketaqwaannya kepada Allah, yang paling banyak menyambung silaturahim, dan yang paling banyak melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar”.

 Jadi inilah dalil yang menunjukkan keutamaan orang yang bertaqwa, menyambung tali silaturahim, serta melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.



Silaturahim merupakan salah satu karakter kebajikan yang paling penting. Hal ini berdasarkan hadist Riwayat Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban (dalam Shahih Ibni Hibban) sebagaimana redaksi berikut darinya dari Abu Dzarr r.a dia mengatakan, “Kekasihku (Rasulullah SAW) pernah menasehatiku tentang beberapa karakter kebajikan. Beliau berpesan agar aku tidak memandang orang yang ada di atasku, tetapi lebih memandang orang yang dibawahku. Beliau berpesan agar aku mencintai orang miskin dan yang hidupnya mendekati miskin. Beliau berpesan agar aku menyambung tali silaturahim meski telah diputuskan. Beliau berpesan agar aku tidak gentar menghadapi kecaman bilamana aku berada di jalan yang benar. Beliau berpesan agar aku selalu mengatakan yang benar meskipun pahit. Beliau berpesan agar aku banyak mengucapkan : Lahaula Walaquwwata illabillah (tiada daya dan upaya, kecuali dengan izin Allah) karena itu merupakan salah satu perbendaharaan surga”.



Hubungan kekerabatan (al-rahim) digantungkan pada Arasy. Hal ini berdasarkan hadist riwayat Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim dari Aisyah r.a Nabi SAW bersabda, “Hubungan kekerabatan (al-rahim) digantungkan pada Arasy. Beliau mengatakan, barang siapa yang menyambungkan aku, tentu Allah SWT menyambungkan (rahmatNYA) untuknya. Hadist ini menjelaskan kedudukan hubungan kekerabatan, yaitu bahwa doanya mustajab sehingga orang yang menyambungkan tali silaturahim bisa bertambahkan banyak rahmat Allah kepadanya sementara orang yang memutuskannya akan dipercepat untuk mendapat pembalasan dari Allah SWT.



Hadist tersebut juga dipertegas oleh hadist riwayat Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Hurrairah r.a Dia menyatakan bahwa Rasulullah SAW, bersabda : “Sesungguhnya Allah Taala menciptakan semua mahluk, setelah selesai, hubungan kekerabatan berkata, inikah tempat bagi orang yang menjaga agar silaturahim dengan kerabatnya tidak putus. Allah Adza Wajalla menjawab, Benar.



Apa kamu tidak rela jika aku menyambungkan (rahmat) untuk orang yang menyambungkanmu dan memutuskan (rahmat) untuk orang yang memutuskanmu. Hubungan kekerabatan menjawab, ‘tentu saja aku rela’. Allah SWT lalu berfirman, maka itulah yang kau miliki”. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Jika mau, bacalah ayat ini, “seandainya kamu berkuasa, apakah kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan tali silaturahim dengan kerabat-kerabatmu. Mereka (yang memutuskan silaturahim) itulah orang-orang yang dilaknat Allah, lalu dibuat tuli pendengarannya dan dibutakan penglihatannya”. (QS Muhammad (47):22-23).



Hadist senada diriwayatkan oleh Imam Ahmad (dengan didukung isnad yang berkualitas jayyid dan kuat) dan Ibnu Hibban (dalam Shahib Ibni Hibban) dari Abu Hurairah r.a dia menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya hubungan kekerabatan adalah anyaman yang berasal dari Ar-Rahman. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, aku diputuskan. Wahai Tuhanku, aku diperlakukan dengan buruk. Wahai Tuhanku, aku didholimi. Allah SWT lantas menjawab, “Apa kamu rela jika aku menyambungkan (rahmat) untuk orang yang menyambungmu dan memutuskan (rahmat) bagi orang yang memutuskanmu?”.



Menyambungkan tali silaturahim merupakan suatu keharusan meskipun pihak lain memutuskannya. Hal ini berdasarkan hadist riwayat Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmizi dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash r.a, sebagaimana riwayat Al-Bukhari berikut ini : Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang menyambungkan silaturahim bukanlah orang yang membalas dengan sepadan, melainkan orang yang tetap menyambungkannya meskipun sudah diputuskan”. Artinya, Dia tetap memberi meskipun orang yang diberi sudah tidak mau lagi memberi kepadanya.


(Diolah dari berbagai sumber dan PP BankExim Edisi 68).


(DIN)